ads

Responsive Advertisement
LATEST UPDATES

Jumat, 29 April 2022

Refleksi di Penghujung Ramadhan

Refleksi di Penghujung Ramadhan

 

Waktu berjalan begitu cepat bagaikan kilat. Setahun lamanya kita nanti-nantikan kedatangan bulan ramadhan, bulan yang penuh dengan keberkahan. Tak terasa, kita telah berada di penghujung ramadhan, yang artinya tinggal menghitung jam bahkan beberapa menit saja bulan yang suci ini akan pergi meninggalkan kita. Lantas apa saja yang telah kita lakukan? Apakah puasa kita diterima oleh Allah? Dan apakah bulan ramadhan ini lebih baik dari tahun kemarin?

Banyak orang yang beriman bersedih akan perginya bulan suci ramadhan khususnya para sahabat dan salafus shalih, karena dengan perginya ramadhan maka akan pergi juga segala keutamaannya. Semakin dekat dengan akhir ramadhan, justru kesedihan yang tampak dalam diri mereka karena meninggalkan bulan suci ramadhan.

Bukankah bulan suci ramadhan itu bulan yang penuh dengan keberkahan, yang pintu-pintu surga dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup. Bukankah hanya dibulan ramadhan syetan-syetan dibelenggu? Dengan itu kaum muslimin melaksankan ibadah terasa ringan, berlomba-lomba dalam kebaikan, dan berada dalam puncak kebaikan.

Telah datang kepada kalian bulan yang penuh berkah, diwajibkan kepada kalian ibadah puasa, dibukakan pintu-pintu surga dan ditutuplah pintu-pintu neraka serta para syetan dibelenggu. (HR. Ahmad)

Bukankah hanya dibulan ramadhan saja amalan-amalan kebajikan akan dilipatgandakan? Semua keutamaan itu tidak akan kita temui lagi, harus menunggu satu tahun lamanya .Padahal tidak ada yang tahu kapan ajal menjemput dan tidak dapat memastikan apakah kita bisa bertemu dibulan ramadhan tahun depan.

Banyak orang juga yang senang dan bergembira dipenghujung akhir ramadhan. Mereka disibukkan dengan persiapan menjelang hari raya Idul Fitri. Pasar-pasat menjadi padat. Lalu lintas banyak yang macet. Baju baru telah dibeli dan makananan-makananpun telah dibuat dengan rasa yang lezat dan siap untuk disantap.

Jika demikian masyarakat banyak yang sibuk dengan hiruk pikuk lebaran sehingga lupa terhadap ibadah diakhir ramadhan. Padahal akhir ramadhan adalah momentun yang sangat bagus untuk bisa lebih meningkatkan kualitas ibadah, keimanan, dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Khususnya di malam kesepuluh terakhir dibulan ramadhan. Rasulullah senantiasa beri’tikaf dan menghidupkan malamnya karena terdapat lailatul qadar yaitu malam yang lebih baik dari seribu bulan.

Aisyah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Bahwasannya Rasulullah apabila masuk kesepuluh hari terakhir, beliau mengencangkan kain sarungnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya.” (H.R. Muttafaq a’laihi)

“Carilah lailatul qadar itu pada sepuluh hari terakhir ramadhan.” (MUuttafaqun a’laihi dari Aisyah R.A)

Ada peringatan dari Rasulullah SAW bahwa semestinya bulan yang penuh dengan maghfiroh ini menjadikan seseorang itu diampuni dosa-dosanya. Jika seseorang sudah mendapati Ramadhan selama sebulan bersama dengan peluang besar yang penuh keutamaan, namun masih saja belum mendapatkan ampunan dari Allah,maka orang itu benar-benar sangat rugi. Bahkan celaka.

Celakalah seorang yang memasuki bulan Ramadhan namun dia tidak diampuni (HR. Hakim dan Thabrani)

Masalahnya yaitu apakah seseorang bisa menjamin bahwa dirinya mendapatkan ampunan dari Allah? Sementara jika ia tidak dapat ampunan, ia rugi bahkan celaka. Betapa hal yang tidak dapat dipastikan ini menyentuh rasa khauf (takut) para sahabat dan orang-orang shalih. Mereka takut sekiranya menjadi orang yang celaka karena tidak mendapatkan ampunan, padahal Ramadhan akan segera pergi. Maka mereka pun menangis, meluapkan ketakutannya kepada Allah seraya bermunajat agar amal-amalnya diterima, dengan berdoa:

Wahai Tuhan kami… terimalah puasa kami, shalat kami, ruku’ kami, sujud kami dan tilawah kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui

Para sahabat dan orang-orang shalih bukan hanya berdoa di akhir Ramadhan. Bahkan, konon, rasa khauf membuat mereka berdoa selama enam bulan berturut-turut setelah Ramdhan, agar amal-amal di bulan Ramadhan mereka diterima Allah. Lalu enam bulan setelahnya mereka berdoa agar dipertemukan dengan Ramadhan berikutnya.

Perbedaan tashawur (paradigma, persepsi) dalam memandang akhir Ramadhan itulah yang kemudian membawa perbedaan sikap antara generasi sahabat dan generasi kita saat ini. Jika sebagian masyarakat, seperti dikemukakan di atas, asyik berbelanja menyambut Idul Fitri, para sahabat asyik beri’tikaf di sepuluh hari terakhir. Maka bisa kita bayangkan bahwa Madinah di era Rasulullah di sepuluh hari terakhir Ramadhan layaknya seperti kota setengah mati. Sebab para lelaki beri’tikaf di masjid-masjid. Bahkan begitu pula sebagian para wanitanya.

Jika kita sibuk menyiapkan kue lebaran, para sahabat dan salafus shalih sibuk memenuhi makanan ruhaninya dengan mengencangkan ikat pinggang, bersungguh-sungguh beribadah sepanjang siang, terlebih lagi di waktu malam.

Dan Jika kita mengalokasikan banyak uang dan waktu untuk membeli pakaian baru, para sahabat dan salafus shalih menghabiskan waktu mereka dengan pakaian taqwa. Dengan pakaian taqwa itu mereka menghadap Allah dimasjid-Nya, bertaqarrub (mendekatkan diri) dalam khusyu’nya shalat, tilawah, dzikir, dan munajat.

Patut kita renungkan: “Laa takuunuu Ramadhaniyyan, walaakin kuunuu Rabbaniyyan. Janganlah kita menjadi hamba Ramadhan, tapi jadilah hamba yang Rabbaniyah (hamba Allah yang sesungguhnya).”

Karena ada sebagian manusia yang menyibukkan diri di bulan Ramadhan dengan ketaatan dan qiraatul Qur’an, kemudian ia meninggalkan itu semua bersamaan berlalunya Ramadhan.

Kami katakan kepadanya: “Barangsiapa menyembah Ramadhan, maka Ramadhan telah mati. Namun barangsiapa yang menyembah Allah, maka Allah tetap hidup dan tidak akan pernah mati.”

Allah Azza wa Jalla cinta agar manusia taat sepanjang zaman, sebagaimana Allah murka terhadap orang yang bermaksiat di sepanjang waktu. Dan karena kita ingin mengambil bekal sebanyak mungkin di satu bulan ini, untuk mengarungi sebelas bulan berikutnya.

Kita mungkin tidak bisa bersedih dan menangis sehebat para sahabat, namun selayaknya kita pun takut sebab tak ada jaminan apakah amal kita selama sebulan ini diterima, begitu pula tak ada jaminan apakah kita dipertemukan dengan Ramadhan tahun berikutnya. Lalu kita pun kemudian memperbaiki dan meningkatkan amal ibadah serta berdoa lebih sungguh-sungguh kepada Allah Azza wa Jalla. Semoga kita dipertemukan kembali dengan ramadhan tahun berikutnya, Aamiiin. Wallahu a’lam bi al-Shawab.


Kamis, 28 April 2022

Meraih Shaf Pertama

Meraih Shaf Pertama

 

Shalat berjamaah adalah ibadah yang sangat baik untuk membersamai shalat wajib yang lima waktu (Shubuh, Dzuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya) . Harapannya orang yang melaksanakan ibadah ini akan mendapat pahala yang maksimal 27 derajat dibanding shalat sendirian. Salah satu yang juga penting untuk diperhatikan dalam shalat berjamaah adalah berada dishaf pertama karena terdapat keutamaan tersendiri bagi orang yang melakukannya.

Terdapat dalil-dalil yang menunjukkan keutamaan shaf pertama. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى الصُّفُوْفِ اْلأُوَلِ

“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang yang shalat di shaf pertama.” (HR. Abu Dawud, shahih)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الأَوَّلِ ، ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إلاَّ أنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لَاسْتَهَمُوا

“Seandainya manusia mengetahui keutamaan yang terdapat pada adzan dan shaf pertama, kemudian mereka tidaklah akan medapatkannya kecuali dengan diundi, niscaya pasti mereka akan mengundinya.“ (HR. Muslim)

Hadits ini menunjukkan adanya keutamaan dan pahala khusus pada shaf pertama, dan bolehnya undian untuk mendapatkannya jika diperlukan. saking utamanya mendapatkan shaf pertama orang yang tahu pasti akan bersegara ke masjid untuk mendapatkan shaf pertama walaupun harus melalui undian, tapi masih banyak manusia yang belum mengetahui sehingga datang terlambat dan berada di shaf belakang sampai masbuk.

Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

خيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا ، وَشَرُّهَا آخِرُهَا ، وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا ، وَشَرُّهَا أوَّلُهَا

“Sebaik-baik shaf bagi laki-laki adalah yang paling depan, dan yang paling jelek adalah yang paling belakang. Sebaik-baik shaf bagi wanita adalah yang paling belakang, dan yang paling jelek adalah yang paling depan.“ (HR. Muslim)

Hadits ini menunjukkan keutamaan shaf pertama bagi laki-laki. Hal ini juga menunjukkan bahwa amal itu bertingkat-tingat yang sekaligus juga menunjukkan bahwa pelaku amal bertingkat-tingkat. semakin depan shafnya maka semakin besar pahala dan keutamaannya, sebaliknya semakin belakang shafnya maka semakin sedikit pahala dan keutamaannya.

Imam An Nawawi rahimahullah menjelasakan bahwa shaf yang jelek pada laki-laki maupun wanita artinya sedikit pahala dan keutamaanya, karena berada pada posisi yang semakin jauh dari yang diperintahkan syariat. Adapun yang dimaksud dimaksud shaf pertama adalah shaf yang berada di belakang imam, baik orang itu datang ke masjid di awal waktu maupun datang belakangan. Adapun pendapat yang mengatakan bahwa patokan shaf pertama adalah ditinjau dari awal kedatangannya ke masjid meskipun dia shalat di barisan belakang, maka ini tidak tepat.

Maksud Kondisi shaf wanita yang paling baik adalah di belakang ini berlaku ketika para wanita shalat berjamaah bersama-sama di belakang shaf laki-laki. Adapun jika wanita shalat di belakang imam wanita, atau shalat di belakang imam laki-laki namun terpisah dari jamaah laki-laki di tempat tersendiri, maka yang terbaik adalah shaf yang terdepan. Hal ini berdasarkan keumuman hadits yang menunjukkan keutamaan shaf pertama.

Bahaya Kebiasaan Berada di Shaf Belakang

Shaf laki-laki dalam shalat jamaah semakin di depan maka semakin baik dan utama. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda mengingatkan kepada salah seorang sahabat yang datang akhir dan berada di shaf belakang.

  لا يَزَالُ قَوْمٌ يَتَأَخَّرُونَ حَتَّى يُؤَخِّرَهُمْ اللَّهُ

“Orang-orang yang terbiasa mengakhirkan hadir ketika shalat jamaah, niscaya Allah akan mengakhirkan urusan mereka.“ (HR. Muslim)

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah mengingatkan bahwa dalam hadits ini terdapat ancaman dari Nabi tentang bahaya mengakhirkan datang ke masjid. Apabila seseorang mengakhirkan dari shaf pertama, kedua, dan ketiga, maka Allah pun akan menghukum hatinya dengan menyukai mengakhirkan amal-amal shalih yang lainnya. Maka berusahalah untuk berada di barisan shaf terdepan ketika shalat berjamaah.

Itulah bahaya orang yang mengakhirkan datang ke masjid dan akhirnya kebagian shaf belakang. Jika dilakukan berulang-ulang niscaya Allah menghukum hatinya untuk menyukai datang terlambat dan berada dishaf paling belakang sehingga menjadi kebiasaan. Oleh karena itu tidak selayakanya seseorang mempunyai kebiasaan mengakhirkan datang ke masjid sehingga malas berusaha untuk mendapat shaf pertama dalam shalat berjamaah.

Dalil-dalil yang menunjukkan keutamaan shaf pertama berarti juga menunjukkan dianjurkannya untuk bersegara ke masjid agar bisa mendapat shaf pertama. Setiap amalan kebaikan akan berbuah amal kebaikan yang lain. Seseorang yang berusaha untuk mendapatkan shaf pertama tentu akan bersegera untuk menuju masjid.

Seseorang yang berusaha untuk mendapatkan shaf awal dengan bersegera menuju masjid, maka dirinya pun akan berkesempatan untuk mendapatkan pahala semisal amalan di atas atau amal-amal kebaikan yang lain seperti shalat tahiyatul masjid, shalat rawatib, membaca al-Qur’an, mendapat waktu mustajab berdoa diantara adzan dan iqomah, dan mendapat kesempatan takbiratul ihram bersama imam.

Berada dalam shaf pertama jelas merupakan kebaikan dan keutamaan. Setiap orang mempunyai kesempatan dan hak yang sama untuk mendapatkannya. Semestinya seseorang dalam hal ini berlomba-lomba untuk mendapatkannya. Dia berusaha untuk datang awal di masjid agar bisa meraihnya. Inilah di antara bentuk bersegera dalam kebaikan. Allah Ta’ala berfirman :

فَاسْتَبِقُوا الخَيْرَاتِ

“Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.“ (Al Maidah :48)

وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.“ (Al Imran : 133)

Sayangnya masih ada sebagian orang yang meremehkan kebaikan ini. Ada sebagian orang menunda-nuda untuk pergi ke masjid tanpa alasan yang dibenarkan. Ada pula yang  datang awal ke masjid, namun ia merasa cukup di barisan belakang shaf shalat dan merelakan orang lain untuk berada di shaf depan. Ini adalaha tindakan yang tidak tepat malah merugikan. Dalam perkara kebaikan akhirat, semestinya seseorang berusaha untuk bersegera mendapatkan yang terbaik.

Semoga bermanfaat dan menjadi pengingat bahkan memotivasi bagi kita untuk bersemangat dalam melaksanakan shalat berjamaah di masjid dan mendapatkan keutamaan shaf pertama. Wallahu a’lam bi al-shawwab.

Rabu, 27 April 2022

Dalil Shalat Berjamaah dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah

Dalil Shalat Berjamaah dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah

Manfaat dan Hikmah Shalat Berjamaah
Ilustrasi

Mengenai shalat berjamah, para ulama bersepakat bahw sunnah muakkad; sunnah yang sangat dianjurkan dan diutamakan.Allah swt telah menjelaskan dalam kitabnya yang memerintahkan untuk dikerjakan sampai dalam keadaan takut. Maka dari itu Allah SWT berfirman :

واذا كنت فيهم فاقمت لهم ااصلوة فلتقم طاءفة منهم معك والياخذوا اسلحتهم فاذا سجدوا فليكونوا من وراءكم ولتات طاءفة اخري لم يصلوا فليصلوا معك ولياخذوا حذرهم واسلحتهم  ود الذين كفروا لوتغفلون عن اسلحتكم وامتعتكمفيميلون عليكم ميلة واحدة ولاجناح عليكم ان كان بكم اذي من مطر اوكنتم مرضي ان تضعوا اسلحتكم وخذوا حذركم ان الله اعد للكفرين عذابا مهينا .

“Dan apabila kamu berada ditengah-tengah mereka (sahabat) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama mereka, maka hendaklah segolongan mereka berdiri(shalat) bersamamu dan menyandang senjata. Kemudianapabila mereka yang shalat bersamamu sujud, maka hendaklah mereka pindah kebelakangmuuntuk menghadapi musuh dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang. Lalu bersembahyanglah mereka bersamamu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbumu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat kesusahan karena hujan atau memang sakit, dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan adzab yang menghinkakan bagi orang-orang kafir itu.” (Qs. An-Nisa : 102)

Ayat ini menjelaskan tentang pentingnya shalat berjamaah walaupun dalam keadaan berperang, dalam keadaan ini pasukan muslim saling bergantian shalat berjamaah dengan tetap siap siaga membawa senjata. Seharusnya negara yang sudah aman dan damai, dapat melaksanakan shalat berjamaah dalam setiap shalat  lima waktu. Tetapi kenyataannya masih ada orang muslimyang menganggap shalat berjamaah itu biasa saja, yang penting shalat walaupun sendiri dan dijadikan sebagai formalitas dalam melaksanakan shalat wajib, bahkan masih ada yang lalai ataupun meninggalkan shalat secara sengaja.

والذي نفسي بيده لقد هممت ان امر بحطب فيحتطب ثم امر بالصلاة فيوءذن لها ثم امر رجلا فيوءم الناس ثم اخالف الي رجالا فاحرق عليهم بيوتهم والذي نفسي بيده لو يعلن انه يجد عرقا سمينا مرماتين حسنتين لشهد العشاء

“Demi dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, sungguh aku bermaksud hendak menyuruh orang-orang mengumpulkan kayu bakar, kemudian menyuruh seseorang menyerukan adzan, lalu menyuruh seseorang pula untuk nenjadi imam bagi orang banyak. Maka saya akan mendatangi orang-orang yang tidak ikut berjamaah, lantas aku bakar rumah-rumah mereka.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Rasulullah SAWberkata kepada seseorang pemuda buta yang meminta  kepada rasulullah agar diberi keringanan, lalubeliau bersabda kepadanya “Apakah kamu mendengar adzan?” dia menjawab “ya”, beliau bersabda “Maka penuhilah panggilan itu!”

Hadist ini menjelaskan bahwa jika seorang muslim mendengar adzan berkumandang, maka hendaklah memenuhi panggilan tersebut untuk melaksanakan shalat berjamaah. Meskipun orang itu buta, tuli, ataupun cacat yang lainnya, Nabi tetap menyuruh umatnya untuk shalat dan tidak ada keringanan kecuali sakitnya benar-benar parah yang tidak memungkinkan untuk shalat berjamaah.

Pada dasarnya shalat berjamaah bukanlah termasuk syarat sahnya shalat, sehingga apabila dikerjakan sendirianpun tetap sah. Tetapi banyak keutamaan dari shalat berjamaah diantaranya, Allah SWT akan melipatgandakan pahala orang yang berjamaah

Rasulullah SAW bersabda :

صلاة الرجل في الجماعة تضعف علي صلاته في ببته وفي سوقه خمسا وعشرين  ضعفا وذالك انه اذا توضا فاحسن الوضوء ثم خرج الي المسجد لا يخرجه الا الصلاة لم يخط خطوة الا رفعت له بها درجة وحط عنه بها خطينة فاذا صلي لم تزل الملاءكة تصلي عليه ما دام في مصتلاه  اللهم صل عليه اللهم ارحمه ولا يزال احدكم في صلاة ما انتظر الصلاة

“ Shalat seorang laki-laki dengan berjamaah dibanding shalatnya dirumah atau dipasarnya lebih utama (dilipatgandakan) pahalanya dengan dua puluh lima kali lipat. Yang demikian itu, karena bila dia berwudhu dengan menyempurnakan wudhunya lalu keluar dari rumahnya menujumasjid, dia tidak keluar kecuali untuk melaksanakan shalat berjamaah, maka tidak ada satu langkahpun dari langkhnya kecuali akan ditinggalkan satu derajat, dan akan dihapuskan satu kesalahannya. Apabila dia melaksanakan , maka malaikat akan turun untuk mendoakannya selama dia masih ditempat shalatnya, Ya Allah ampunilah dia, Ya Allah rahmatilah dia.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Adapun dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda :

صلاة ااجماعة افضل من صلاة الفذ بسبع وعشرين درجة

“Shalat berjamaah lebih utama 27 derajat dibanding shalat sendirian.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Keutamaan shalat berjamaah dibanding shalat sendirian adalah lebih utama 27 derajat dan malaikat akan turun untuk mendoakannya sedangkan shalat sendirian belum tentu diterima oleh Allah dan pahalanya hanya sedikit.

Semoga kita dapatmelaksanakan shalat berjamaah dengan istiqamah dan konsisten secara terus menerus. Serta mendapat pahala 27 derajat dan diridhoi oleh Allah SWT, Aamiiin.


Refleksi di Penghujung Ramadhan

  Waktu berjalan begitu cepat bagaikan kilat. Setahun lamanya kita nanti-nantikan kedatangan bulan ramadhan, bulan yang penuh dengan keberka...

 

Top