Pada tahun ini, dunia digemparkan dengan wabah virus corona atau corona virus disease 19 (Covid-19). Virus ini bermula di negeri Cina khususnya Kota Wuhan, yang menyebar begitu cepat ke berbagai negara. Sontak saja dunia mengisolasi kota tersebut dan dilarang berkunjung ke sana. Setiap negara terus mendengungkan virus tersebut sampai sekarang. lantas kapan ini akan berakhir? Pertanyaan yang tidak harus dijawab, melainkan harus direnungkan oleh kita bersama sebagai umat manusia.
Senang, susah, sedih termasuk sakit itu bagaikan roda kehidupan. Suatu saat akan tenggelam dan suatu saat akan muncul. Secara teologis, wabah pun merupakan sunnatullah, dengannya pula manusia akan terus berkembang. Wabah demi wabah memberikan dampak kepada perkembangan ilmu dan peradaban, demikian pula dengan covid 19 ini.
Insyaallah bagi orang yang beriman, musibah ini dipahami sebagai pembelajaran dari Allah, sementara bagi orang yang inkar hanya akan mencari tertuduh, dulu orang kafir biasa mengatakan: “Ngapain tuhan ciptakan wabah seperti ini?.” sebagaimana fenomena saat ini mereka yang sibuk menyalahkan, memandang curiga dan sebagainya hanyalah orang-orang yang menutup diri. Sementara mereka yang memahami ini sebagai scenario tuhan juga. Maka mereka akan bekerja keras untuk mempelajari dan melakukan sesuatu dari hasil belajar.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat, belum bisa membendung penyebaran virus corona tersebut. Konsentarasi para ahli dari berbagai dunia terus berusaha mengatasinya. Segala kemampuan, usaha dan pengetahuan mereka tumpahkan agar bisa menemukan formula yang tepat dalam menghadapi Covid-19. Tetapi hingga saat ini, belum ada orang yang menemukan formula tersebut dan telah banyak orang yang terpapar virus corona sampai korban meninggal dunia.
Allah telah menciptakan semuanya dalam ukuran dan ketetapan-Nya sebagai sebuah keharusan. Namun, dalam pelajaran NIK kita pada saat yang sama ada kebebasan manusia untuk memilih (ikhtiar). Oleh sebab itu, virus ini telah terjadi, maka kita hanya bisa memilih untuk terkena, terhindar atau memusnahkan dan lainnya. Jadi, berserah diri itu merupakan pilihan akhir setelah manusia melakukan sesuatu usaha.
Musibah adalah scenario Allah, di dalamnya bisa terdapat pelajaran, ujian maupun teguran atau azab. Maka dari itu, sikapi musibah yang menimpa kita dengan 3 hal tersebut tapi jika menimpa orang lain cukup kita dorong mereka untuk bersabar dan kita doakan. Jangan disampaikan bahwa itu merupakan teguran dan sebagainya. Ibarat kita tersandung, bolehlah kita mengatakan ini mungkin teguran untuk saya, tetapi jika teman yang tersandung jangan katakan: “itu karena kamu banyak dosa.” (tidak etis).
Musibah di dalam Al-Qur’an disebut beberapa kali, pada mulanya kata mushibah ini berasal dari kata ashaba yushibu yang berarti menimpa, memperoleh sehingga mushibah berarti “perolehan” yang semula memiliki arti netral baik perolehan yang baik ataupun buruk, sebagaimana Allah menggunakannya di dalam al-Qur’an surat al-Nisa’: 78-79
أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ وَإِنْ تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَقُولُوا هَذِهِ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَقُولُوا هَذِهِ مِنْ عِنْدِكَ قُلْ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ فَمَالِ هَؤُلَاءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًا (78) مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ وَأَرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُولًا وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: “Ini adalah dari sisi Allah”, dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: “Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)”. Katakanlah: “Semuanya (datang) dari sisi Allah”. Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun? (78) Apa saja ni`mat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.” (79)
Kemudian Al-Qur’an secara terpisah memaknai kata mushibah itu sendiri condong pada hal-hal yang buruk sementara untuk perolehan yang baik disifati dengan sifat baik sebagaimana tertuang dalam Qs al-Taubah ayat 50
إِنْ تُصِبْكَ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْكَ مُصِيبَةٌ يَقُولُوا قَدْ أَخَذْنَا أَمْرَنَا مِنْ قَبْلُ وَيَتَوَلَّوْا وَهُمْ فَرِحُونَ
” Jika kamu mendapat sesuatu kebaikan, mereka menjadi tidak senang karenanya; dan jika kamu ditimpa oleh sesuatu bencana, mereka berkata: “Sesungguhnya kami sebelumnya telah memperhatikan urusan kami (tidak pergi berperang)” dan mereka berpaling dengan rasa gembira.”
قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلَانَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakkal.”
Dipertegas lagi di dalam Qs al-Hadid ayat 22
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”
Ditekankan lagi bahwa sekalipun mushibah itu atas izin Allah. al-Taghabun ayat 11
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Namun pada akhirnya, yang menjemput nasib perolehan adalah manusia itu sendiri, itulah sebabnya dalam Qs al-Nisa ayat 79 disebutkan bahwa mushibah yang baik datangnya dari Allah, hal itu karena Allah meletakkan ketetapannya untuk kebaikan manusia, namun manusia sendiri memeilih jalan yang buruk sehingga mendapatkan perolehan yang buruk.
Berdasarkan hal itu pula al-Qur’an mengingatkan manusia agar saat bertindak tidak hanya yang menguntungkan pribadi melainkan tetap berfikir akan kemaslahatan umum sebagaimana disindir di dalam QS al-Anfal: 25
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.”
Kepercayaan terhadap virus yang diciptakan Allah tidaklah untuk memberikan kebinasaan pada makhluk lain, melainkan untuk memberikan peringatan dan ujian pada yang lainnya. Sebagai makhluk yang diciptakan sempurna dengan segala kelebihan dan kekuarangannya, yang kita tunjukan seyogyanya itu menjadikan kita lebih bersyukur dan mendekatkan diri pada Allah SWT yang Maha Pencipta. Tidak lupa juga terhadap tujuan penciptaan yang sebenaranya adalah untuk beribadah kepada Allah dengan keimanan dan ketakwaaan.
Virus corona telah berhasil membuat ketakutan dan kecemasan pada diri manusia. Sifat ketakutan telah menunjukan ketidakpercayaan diri terhadap pertolongan dan kasih sayang Allah SWT, adapun kecemasan menunjukan ketidakstabilan jiwa dan ketidakpercayaan diri pada sang Pencipta Allah SWT, yang akhirnya manusia dibuat tak berdaya padahal yang harus dilakukan adalah ikhtiar, berdoa dan mengembalikan segala urusan kita kepada Allah SWT sang Pemilik Segalanya.
Rasulullah SAW bersabda “Thaun (wabah penyakit menular) adalah suatu peringatan dari Allah SWT untuk menguji hamba-hambanya dari kalangan manusia. Maka apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit disuatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempa kami berada, jangan pula kamu lari daripadanya” (HR. Bukhori Muslim dari Utsman bin Zayid).
Dengan senantiasa untuk tidak merendahkan dan membuat rasa takut dan cemas yang berlebihan, manusia telah mempunyai nilai pokok ajaran yang dijunjungnya sebagaimana Rasulullah SAW sabdakan. Dengan tetap berusaha dan memohon ampun dan perlindungan serta bertawakal kepada Allah SWT. Semoga Allah SWT senantiasa melindungi kita semua. Aamiin. Wallahu a’lam bi al-shawab.