Rajab berasal dari kata tarjib yang artinya menghormat, demikian penjelasan Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya. Dari namanya saja dapat diketahui bahwa Rajab adalah bulan yang layak dihormati dan dimuliakan. Rajab itu tersusun dari 3 huruf: pertama Ra’: rahmatullah (rahmatnya Allah), kedua Jim: judullah (kedermawanan Allah), dan yang ketiga Ba’: birrullah (kebaikan Allah). Dari mulai awal hingga akhir bulan rajab, ada 3 pemberian dari Allah SWT kepada hamba-hambanya, yaitu: Rahmat tanpa adzab, kedermawanan tanpa kebakhilan, dan kebaikan tanpa penolakan. (Kitab Al-Ghunyah, karya Sulthanul Aulia’, Syaikh Abdul Qadir Al-Jiilani, hal 299).
Mengapa Rajab menjadi bulan yang terhormat? Apa keutamaan bulan tersebut?
Rajab merupakan salah satu bulan dari empat bulan haram (arba’atun hurum). Oleh karena itu, Rajab menjadi salah satu bulan istimewa dibandingkan bulan-bulan lainnya. Tiga bulan haram di antaranya berturut-turut, yaitu Zul Qa’dah, Zul Hijjah, dan Muharram; sedangkan bulan rajab ialah Rajab Mudar, yang terletak di antara bulan Jumada (Jumadil Akhir) dan Sya’ban.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman mengenai keutamaan bulan haram ini:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah itu ada 12 bulan. Seluruhnya dalam ketetapan Allah di hari Dia menciptakan langit dan bumi. Di antara (12 bulan) itu terdapat empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam bulan yang empat itu…” (QS. At-Taubah : 36)
Tafsir Ibnu Katsir Surat At-Taubah Ayat 36: Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kalian menganiaya diri kalian dalam bulan yang empat itu dan perangilah kaum musyrik itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kalian semuanya; dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Ayyub, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sirin. dari Abu Bakrah, bahwa Nabi Saw berkhotbah dalam haji wada’nya. Antara lain beliau Shollallohu alaihi wa sallam bersabda: Ingatlah, sesungguhnya zaman telah berputar seperti keadaannya sejak hari Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun terdiri atas dua belas bulan, empat bulan di antaranya adalah bulan-bulan haram (suci); tiga di antaranya berturut-turut, yaitu Zul Qa’dah, Zul Hijjah, dan Muharram; yang lainnya ialah Rajab Mudar, yang terletak di antara bulan Jumada (Jumadil Akhir) dan Sya’ban.
Lalu Nabi Shollallohu alaihi wa sallam bertanya, “Ingatlah, hari apakah sekarang?” Kami (para sahabat) menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Nabi Shollallohu alaihi wa sallam diam sehingga kami menduga bahwa beliau akan memberinya nama bukan dengan nama biasanya. Lalu beliau bersabda : ”Bukankah hari ini adalah Hari Raya Kurban?” Kami menjawab, “Memang benar.” Kemudian beliau Shollallohu alaihi wa sallam bertanya, “Bulan apakah sekarang?” Kami menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Rasulullah saw. diam sehingga kami menduga bahwa beliau akan memberinya nama bukan dengan nama biasanya. Lalu beliau Shollallohu alaihi wa sallam bersabda, “Bukankah sekarang ini bulan Zul Hijjah?” Kami menjawab, “Memang benar.” Kemudian beliau Shollallohu alaihi wa sallam bertanya, “Negeri apakah ini?” Kami menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau Shollallohu alaihi wa sallam diam sehingga kami menduga bahwa beliau akan memberinya nama bukan dengan nama biasanya. Lalu beliau Shollallohu alaihi wa sallam bersabda, “Bukankah negeri ini?” Kami menjawab, “Memang benar.” Setelah itu Nabi saw. bersabda: Maka sesungguhnya darah dan harta benda kalian-menurut seingat (perawi) beliau mengatakan pula ‘dan kehormatan kalian-diharamkan atas kalian seperti keharaman (kesucian) hari kalian sekarang, dalam bulan kalian, dan di negeri kalian ini. Dan kelak kalian akan menghadap kepada Tuhan kalian, maka Dia akan menanyai kalian tentang amal perbuatan kalian. Ingatlah, janganlah kalian berbalik menjadi sesat sesudah (sepeninggal)ku, sebagian dari kalian memukul (memancung) leher sebagian yang lain. Ingatlah, bukankah aku telah menyampaikan? Ingatlah, hendaklah orang yang hadir (sekarang) di antara kalian menyampaikan kepada orang yang tidak hadir, karena barangkali orang yang menerimanya dari si penyampai lebih memahaminya daripada sebagian orang yang mendengarnya secara langsung.
Imam Bukhari meriwayatkannya di dalam kitab Tafsir dan lain-lainnya. Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadits Ayyub, dari Muhammad ibnu Sirin, dari Abdur Rahman ibnu Abu Bakrah, dari ayahnya dengan sanad yang sama.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ma’mar, telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Asy’as, dari Muhammad ibnu Sirin, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Shollallohu alaihi wa sallam telah bersabda: Sesungguhnya zaman telah berputar seperti keadaannya semula sejak hari Allah menciptakan langit dan bumi. Dan sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan Langit dan bumi diantaranya empat bulan haram (suci); tiga di antaranya berturut-turut, yaitu Zul Qa’dah, Zul Hijjah, dan Muharram, sedangkan lainnya ialah Rajab Mudar yang terletak di antara bulan Jumada dan bulan Sya’ban.
Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepadaku Musa ibnu Abdur Rahman Al-Masruqi, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnu Hubab, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ubaidah Ar-Rabazi, telah menceritakan kepadaku Sadaqah ibnu Yasar, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah Shollallohu alaihi wa sallam melakukan khotbahnya dalam haji wada’ di Mina pada pertengahan hari-hari Tasyriq. Antara lain beliau Shollallohu alaihi wa sallam bersabda: Hai manusia, sesungguhnya zaman itu berputar, keadaan zaman pada hari ini sama dengan keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Dan sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, empat bulan di antaranya ialah bulan-bulan haram (suci); yang pertama ialah Rajab Mudar yang jatuh di antara bulan Jumada dan Sya’ban. lalu Zul Qa’dah, Zul Hijjah, dan Muharram.
Hammad ibnu Salamah mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ali ibnu Zaid, dari Abu Hamzah Ar-Raqqasyi, dari pamannya yang berpredikat sebagai sahabat. Paman Abu Hamzah Ar-Raqqasyi mengatakan bahwa ia memegang tali kendaraan unta Rasulullah Shollallohu alaihi wa sallam pada pertengahan hari-hari Tasyriq seraya menguakkan orang-orang agar menjauh darinya. Lalu Rasulullah Shollallohu alaihi wa sallam bersabda: Ingatlah, sesungguhnya zaman itu berputar seperti keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Dan sesungguhnya bilangan bulan itu di sisi Allah ada dua belas bulan menurut ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi. Di antaranya empat bulan haram (suci), maka janganlah kalian menganiaya diri kalian sendiri dalam bulan yang empat itu.
Sa’id ibnu Mansur mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah, dari Al-Kalbi, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: di antaranya empat bulan haram (suci). (At-Taubah: 36) Yaitu bulan Rajab, Zul Qa’dah, Muharram, dan Zul Hijjah.
Ketika menjelaskan tafsir Surat At-Taubah ayat 36 ini, Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan bahwa sanksi berbuat dosa di bulan-bulan haram jauh lebih berat dibandingkan bulan-bulan lainnya, selain bulan suci Ramadhan. Sebaliknya, amal shalih di bulan-bulan haram pahalanya lebih besar dibandingkan di bulan lainnya, kecuali Ramadhan.
“Sesungguhnya mengerjakan perbuatan zalim di bulan-bulan haram, maka dosa dan sanksinya jauh lebih besar dibandingkan melakukan perbuatan zalim di bulan-bulan lainnya,” kata Ibnu Abbas yang dikutip Ibnu Katsir dalam tafsirnya.
“Amal shalih di bulan haram pahalanya lebih besar, dan kezaliman di bulan ini dosanya juga lebih besar dibanding di bulan-bulan lainnya, kendati kezaliman di setiap keadaan tetap besar dosanya.”
Ketika menjelaskan ayat ini dalam Tafsir Al-Azhar, Buya Hamka menegaskan bahwa bulan Rajab adalah bulan yang dihormati.
“Enam bulan selepas haji itu, yaitu pada bulan Rajab dijadikan lagi bulan yang dihormati, hentikan berperang, hilangkan dendam kesumat, supaya dapat pula mengerjakan umrah di bulan suci itu,” terang Buya Hamka. “Sampai ke zaman kita sekarang ini buat seluruh Tanah Arab, dipandang bahwa bulan Rajab adalah bulan ziarah besar, mengerjakan umrah, dan penduduk Makkah sendiri mengadakan ziarah besar ke makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Madinah.
Rajab merupakan bulan yang dekat dengan Ramadhan. Antara Rajab dan Ramadhan hanya dipisahkan dengan Sya’ban. Masuknya bulan Rajab, oleh sebagian ulama dijadikan momentum untuk menyambut bulan Ramadhan dengan segenap persiapan terutama ruhiyah.
Banyak ulama terdahulu yang mempersiapkan diri menyambut Ramadhan sejak bulan Rajab. Karenanya mereka berdoa:
اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى رَجَبَ وَ شَعْبَانَ وَ بَلِغْنَا رَمَضَانَ
“Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, serta pertemukanlah kami dengan bulan Ramadhan”
Amalan-amalan umum yang hukumnya sunnah tetaplah sunnah di bulan Rajab. Sehingga shalat sunnah mulai shalat sunnah rawatib, sholat tahajud, sholat witir, sholat dhuha dan lain-lain tetap sunnah di bulan Rajab. Demikian pula puasa sunnah seperti puasa Senin Kamis, ayyamul bidh maupun puasa Daud. Bahkan, amalan-amalan sunnah itu pahalanya lebih besar di bulan Rajab yang merupakan bulan haram.
“Amal shalih di bulan haram pahalanya lebih besar, dan kezaliman di bulan ini dosanya juga lebih besar dibanding di bulan-bulan lainnya, kendati kezaliman di setiap keadaan tetap besar dosanya,” kata Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu seperti dikutip Ibnu Katsir dalam tafsirnya.
Seperti dijelaskan di atas, puasa sunnah (puasa Senin Kamis, ayyamul bidh, maupun puasa Daud) tetaplah sunnah di bulan Rajab. Bahkan pahalanya semakin banyak, seperti kata Ibnu Abbas. Namun, puasa khusus di bulan Rajab, tidak ada tuntunannya. Wallahu a’lam bi al shawab.